Topik : Resesi
World Bank memprediksi terjadinya resesi
global. Hal ini dipicu adanya kenaikan suku bunga serentak di beberapa negara sebagai
langkah untuk mengatasi inflasi. Ketidakpastian konsidi perekonomian global juga
dikeluarkan oleh IMF dikarenakan adanya pengetatan sektor finansial, ketegangan
geopolitik, dan ketidakstabilan harga energi. Hampir semua perekonomian negara
mengalami kontraksi pada Kuartal II 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi
bahwa Indonesia juga akan mengalami resesi pada tahun 2023. Hal ini dipicu adanya
ketidakpastian kondisi global yang berdampak pada pertumbuhan perekonomian
Indonesia.
Terlepas dari hal itu, Indonesia masih
memiliki potensi pemulihan ekonomi yang cukup menjanjikan. Hal ini tercermin
dari tingkat inflasi Indonesia pada Agustus 2022 yang berada pada angka 3,04%
yoy dan masih berada pada target pemerintah pada kisaran 3%-4%. Namun, tingkat inflasi diperkirakan
mengalami lonjakan pada sisa tahun 2022 sejalan dengan peningkatan harga BBM.
Angka ini juga diikuti dengan peningkatan angka inflasi inti sebagai dampak
dari lonjakan inflasi pangan. Kendati demikian, Bank Indonesia tetap
melanjutkan Gerakan Nasional
Pengendalian Inflasi Pangan (GNP IP) dalam menjaga laju inflasi Indonesia.
Perekonomian Indonesia masih
tergolong aman karena terjaganya capital outflow Indonesia dan
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar US ditengah seriusnya permasalahan ini yang
dialami oleh negara lain. Hal ini tidak bisa terhindarkan semenjak adanya
peningkatan suku bunga The Feed. Posisi Indonesia ini dapat dicapai karena
adanya dominasi permintaan komoditas pada perdagangan internasional sedangkan
surplus neraca perdagangan Indonesia hingga September 2022 ditopang oleh energi
batu bara dan komoditas kelapa sawit.
Dengan kondisi perekonomian
Indonesia yang masih memiliki prospek baik memberikan dampak yang positif pada
pasar modal Indonesia yang tercermin pada pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Sektor perbankan, komoditi energi dan energi baru terbarukan
(EBT) memiliki peluang yang bagus ditengah ancaman resesi Indonesia.
Sektor keuangan merupakan tulang punggung
dari pergerakan IHSG. Ini kerena IHSG digerakan oleh saham yang memiliki market
cap besar dan mayoritas adalah sektor perbankan. Sektor ini memiliki hubungan
yang positif dengan tingkat suku bunga. Hal ini sejalan dengan prediksi
peningkatan inflasi yang mampu mendorong peningkatan suku bunga acuan. Namun,
peningkatan suku bunga ini dapat menurunkan permintaan kredit masyarakat. Berikut
merupakan analisis teknikal berdasarkan harga historis pada perusahaan sector
perbankan:
1.
PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk. (BBRI.JK)
Kondisi BBRI
dalam keadaan uptrend sejak awal bulan September 2022 dan masih
berlanjut. Ini diperkuat dengan pergerakan harga diatas moving average
25 dan 50 yang cocok untuk investasi jangka menengah. Namun, terjadi penurunan
pada 9 – 30 September 2022 sebagai uji resistance pada IDR8.250 dan
selanjutnya mengalami rebound yang dikonfirmasi dengan adanya indikasi
reversal oleh indikator Parabolic SAR. Selain itu, terdapat pola Inverse Head
and Shoulder dari bulan April dan masih terus berlanjut. Terdapat juga tren regresi
pada 9 September – 3 Oktober 2022. Dalam skenario yang telah diuraikan
sebelumnya, kita dapat memilih posisi buy pada momentum harga IDR4.560.
Pergerakan harga diprediksi akan menuju resisten selanjutnya pada harga IDR4.850
dengan persentase keuntungan potensial sebesar 6,35%. Skenario kedua jika harga
menembus kebawah titik IDR4.560 maka harga akan menuju pada area support selanjutnya
pada harga IDR4.430, dimana ini dianjurkan untuk melakukan sell dengan kerugian
potensial 2,75% di harga IDR4.430.
2.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA.JK)
Kondisi BBCA
dalam keadaan uptrend dimulai dari 18 Juli 2022 dan masih berlanjut
hingga sekarang. Ini diperkuat dengan pergerakan harga diatas moving average
25 dan 50 yang cocok untuk investasi jangka menengah. Namun, terjadi penurunan
pada 18 – 28 September 2022 sebagai uji resistance pada IDR8.250 dan selanjutnya
mengalami rebound yang dikonfirmasi dengan adanya indikasi reversal
oleh indikator Parabolic SAR. Dalam scenario yang telah diuraikan sebelumnya,
kita dapat memilih posisi buy pada harga support. Jika harga
menembus resistance pada IDR8.750, maka harga ini akan berubah menjadi support
apabila harga tidak ditembus. Jika pergerakan harga menyatakan valid maka harga
akan menuju resistance selanjutnya pada harga IDR9.225 dengan persentase
keuntungan potensial sebesar 11,6%. Skenario kedua jika harga menembus titik support
IDR8.250 maka harga akan menuju pada area demand pada IDR7900 – IDR8050,
dimana titik ini dianjurkan untuk melakukan sell dengan kerugian
potensial 4,32% di harga IDR7.900.