Selama 20 tahun sektor energi menyumbang sekitar 32%
dalam emisi karbon terbesar di Indonesia. Upaya para negara di dunia untuk
mengurangi emisi karbon semakin digencarkan belakangan ini melihat kondisi
iklim yang semakin memprihatinkan. Dalam konferensi PBB akhir-akhir ini
Pemerintah dan beberapa negara di dunia membuat kesepakatan untuk mengurangi
penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik mereka dalam rangka menekan emisi
karbon untuk menjaga iklim agar tidak semakin buruk dan mulai mengembangkan pembangkit
listrik yang menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Berikut penulis sertakan ilustrasi penggunaan total emisi
karbon dunia seperti dibawah ini.
Berdasarkan gambar diatas, maka dapat diupayakan langkah-langkah
serius untuk mengurangi penggunaan batu bara yaitu dengan mengurangi kapasitas
PLTU dan mempercepat waktu pensiun atau penggunaan PLTU serta melakukan
penelitian lebih mendalam terhadap energi baru terbarukan (EBT) untuk
mengggantikan batu bara yang masih menjadi penghasil listrik terbesar beberapa
negara saat ini. Maka
dari itu perusahaan pertambangan terutama yang berfokus pada sektor batu bara
harus segera mempersiapkan transisi energi pertambangan mereka kepada bahan
tambang atau sektor lainnya. Penggunaan
batu bara mulai ditekan karena sektor tersebut merupakan penyumbang emisi
karbon terbesar sehingga penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik harus
secepatnya dikurangi agar dampak yang ditimbulkan tidak semakin parah.
Sumber:
Investing.com
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa
harga batu bara mengalami rebound di harga US$196,5 pada kontrak Januari tanggal 11. Pada tahun
2021 batu bara sempat membukukan rekor harga tertingginya sepanjang sejarah
yakni pada level US$272,5 per ton pada 5 Oktober 2021. Pada Desember 2022 harga
batu bara masih berada di atas US$150 per ton yang tentu saja harga tersebut
terbilang sangat baik bagi perusahaan tambang batu bara untuk membukukan
kenaikan laba yang cukup tinggi. Dengan naiknya harga batu bara yang sangat
tinggi tentunya dapat menjadi awal yang sangat baik bagi perusahaan tambang
batu bara dalam memperoleh modal untuk melakukan transisi energi dan melakukan
ekspansi ke sektor bisnis lainnya mengingat penggunaan batu bara dalam jangka
panjang akan semakin tertekan dengan isu perubahan iklim.
Dilansir dari Bisnis.com, Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa PT PLN
(Persero) akan membeli batu bara dengan harga pasar. Hal ini menandakan
peraturan mengenai harga khusus batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri
melalui domestic market obligation (DMO) ditiadakan.
Dengan ditiadakannya DMO batu bara tentunya menjadi
kabar baik bagi para perusahaan tambang batu bara yang selama ini harus menjual
25% batu bara mereka kepada PT PLN dengan harga DMO. Para perusahaan tambang
batu bara yang selama ini menjual batu bara dengan harga DMO tentunya dapat
memperoleh kenaikan laba yang cukup baik saat harga batu bara masih tergolong cukup tinggi. Saat harga batu
bara masih tinggi dan DMO batu bara ditiadakan dapat menjadi kabar yang sangat
baik bagi perusahaan tambang batu bara yang sedang gencar-gencarnya untuk
melakukan diversifikasi bisnis
dalam ikut serta mengurangi emisi
karbon.
Selain itu, penulis
juga menyertakan profil nikel, bauksit, dan tembaga di Indonesia yang dapat
terlihat seperti gambar dibawah ini.
Profil
Nikel, Bauksit, Tembaga di RI |
||
|
Sumber Daya |
Cadangan |
Nikel |
143 juta ton |
49 juta ton |
Tembaga |
16 miliar ton |
3 miliar ton |
Bauksit |
5,5 miliar ton |
3 miliar ton |
Sumber
: Kementrian ESDM, riset KONTAN
Pembangunan
sektor energi di Indonesia sedang di genjot oleh Pemerintah salah satunya
adalah pembangunan kawasan industri di Kalimantan Utara tentunya menjadi
katalis positif bagi sektor energi di Indonesia yang mempunyai SDA yang
melimpah serta keputusan Jokowi untuk tidak menandatangani komitmen tentang supply
chain di pertemuan G20 di Roma pada akhir Oktober 2021 yang berisi tentang
ekspor barang mentah.
Beberapa
kebijakan Presiden Jokowi untuk tidak mengekspor bahan tambang mentah seperti
nikel, timah, bauksit, dan tembaga menjadikan hal tersebut tentunya memberi
kesempatan emas sekaligus tantangan bagi para perusahaan yang bergerak di
sektor energi dan pemerintah untuk mengolah bahan tambang mereka menjadi barang
setengah jadi atau bahkan bahan jadi. Dilansir dari Bisnis.com,
terdapat beberapa emiten di sektor
energi yang sudah mulai melakukan diversifikasi menuju bisnis lain dalam
energi terbarukan antara lain:
1. PT
Adaro Energy Tbk (ADRO) melalui anak usahanya, PT Adaro Aluminium Indonesia
membangun smelter senilai US$728 Juta atau setara Rp 10,3 triliun selain itu
anak usaha lainnya yaitu PT Alam Tri Abadi membeli 145,6 juta saham PT Cita
Mineral Investindo Tbk senilai Rp 358,6 miliar.
2. PT
TBS Energi Utama Tbk (TOBA) melalui anak usahanya PT Toba Bara Energi melakukan
investasi pada Solar United network Pte Ltd (SUN) senilai US$8 Juta. Selain
itu PT TBS Energi juga melakukan JV
dengan Gojek di PT Energi Kreasi Bersama (EKB).
3. PT
Indika Energy Tbk (INDY) melakukan ekspansi bisnis motor listrik dengan
mendirikan PT Electra Mobilitas Indonesia dan PT Indika Energy juga telah
menjalin joint venture dengan social impact fund dari Amerika
Serikat. Selain itu PT Indika Energy juga melakukan akuisisi pada Nusantara
Resources Limited yang merupakan pertambangan emas dan INDY juga memacu investasi di proyek PLTS.
4. PT
Harum Energy Tbk (HRUM) sedang gencar melakukan diversifikasi portofolio yaitu
dengan menggelontorkan dana US$27,44 Juta untuk menambah kepemilikan saham di
PT Infei Metal Industry (IMI) melalui anak usahanya PT Tanito Harum Nickel
(THN). HRUM juga mengakuisisi PT
Position senilai US$80,3 Juta atau setara dengan 51% saham perusahaan PT Position
yang bergerak pada pertambangan nikel di Weda Bay, East Halmahera.
5. PT
Bukit Asam Tbk (PTBA) membangun pabrik dimethyl ether (DME) di Tanjung Enim,
Sumatra Selatan, ditargetkan dimulai pada 26 Januari 2022. Proyek ini
mendatangkan investasi asing sebesar US$2,1 miliar dengan utilisasi 6 juta ton
batu bara per tahun dan dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun.
Berikut rekomendasi yang dapat diberikan oleh
penulis jika investor tertarik
untuk mengoleksi saham sektor energi.
Namun, jangan lupa untuk selalu memasang Stop
Loss karena masih terdapat resiko penurunan.
1. PT
Adaro Energy Tbk (ADRO)
Dilihat dari chart daily saham ADRO sedang berada di fase uptrend.
Kita bisa memanfaatkan buy on weakness di demand area 2,240-2,210
dengan target price 2380 dan 2430 dan jangan lupa untuk stop loss
di area support yaitu 2,160.
2. PT
TBS Energi Utama Tbk (TOBA)
Dilihat dari chart daily saham TOBA primary trend sedang uptrend sedangkan dalam minor trend sedang dalam fase sideways. Kita bisa memanfaatkan buy on weakness di area 1,090-1,050 dengan target price 1,250 dan 1,490 dengan level stoploss di 1,010.
Disclaimer On